Yogyakarta – Pernyataan Mantan Kakansospol Kota Surabaya, Budhiyanto,
mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan Paslon
01 dan 02 dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) menimbulkan
perdebatan. Menurut Budhiyanto, putusan tersebut sudah tepat karena tidak ada
bukti yang dapat menunjukkan campur tangan pemerintahan Jokowi dalam Pemilu
2024.
Namun,
pandangan Budhiyanto ini terkesan terlalu memaksakan dan tidak masuk akal.
Pertama-tama, penolakan gugatan tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan
keberadaan atau ketiadaan bukti campur tangan pemerintahan. MK memiliki
kewenangan dan kriteria tersendiri dalam menilai gugatan dalam sebuah sidang
PHPU, yang meliputi bukti hukum dan substansinya.
Selanjutnya, menyimpulkan
bahwa putusan MK yang menolak gugatan harus didasarkan pada ketidakmampuan
membuktikan tuduhan campur tangan pemerintah Jokowi terlalu menggeneralisasi.
Sebagai lembaga peradilan tinggi, MK harus mempertimbangkan bukti-bukti secara
holistik dan berdasarkan hukum, bukan hanya terpaku pada satu aspek tertentu.
Lebih lanjut, melibatkan nama
pemerintahan Jokowi dalam konteks putusan MK dapat mengaburkan pandangan
masyarakat terhadap proses hukum yang seharusnya netral dan objektif. Semua
pihak, termasuk pemerintah, memiliki kepentingan untuk menjaga integritas dan
keadilan dalam proses pemilihan umum.
Dalam kesimpulannya, pendapat Budhiyanto tampaknya kurang
mendalam dan cenderung memaksakan interpretasi terhadap putusan MK. Untuk
memahami secara lebih baik alasan di balik putusan tersebut, diperlukan
analisis yang lebih komprehensif dan berdasarkan argumen hukum yang kuat. Semua
pihak harus menghormati proses hukum dan memperkuat kepercayaan terhadap
institusi peradilan demi tegaknya supremasi hukum dalam negara demokratis.
0 comments:
Posting Komentar